Senin, 01 Agustus 2016

Napoleon Dari Tanah Rencong

Hasan Saleh adalah tokoh kontroversial yang melewati beberapa fase pergolakan Aceh. Menjalani masa kecil di zaman Belanda, menjalani sekolah militer Jepang, membantu pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama ulama di bawah pimpinan Tgk Muhammad Daud Beureueh, hingga menjalani konflik sosial peristiwa Cumbok.
Kontroversi Hasan Saleh dimulai ketika ia meninggalkan karir militernya yang cemerlang dan memutuskan membelot dari TNI dan kemudian bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Tgk Muhammad Daud Beureueh.

Padahal kala itu, karir Hasan Saleh yang berpangkat Mayor TNI sedang melejit setelah sukses memadamkan pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Belakangan, ketika kekuatan Daud Beureueh mulai melemah, Hasan Saleh menjadi tokoh yang merancang perdamaian antara DI/TII dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasan Saleh bersama sejumlah tokoh DI/TII memimpin penyerahan diri sebagian besar anggota militer DI/TII untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Namun, bagi sebagian kalangan, Hasan Saleh dianggap sebagai pengkhianat bagi perjuangan DI/TII.
Kontroversi dari sosok Hasan Saleh ini tercatat dalam sejumlah literatur, terutama yang membahas tentang pemberontakan DI/TII di Aceh. Kehidupan dan perjuangan Hasan Saleh ini juga ditulis dalam bentuk novel oleh novelis kondang, Akmal Nasery Basral, dalam buku berjudul "Napoleon dari Tanah Rencong".
Kontroversi inilah yang membuat saya tergerak untuk berkunjung dan melihat-lihat rumahnya, di Desa Teumeucet, Kemukiman Metareum, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie.
Perjalanan dimulai dengan singgah di rumah Fatimah, keluarga dari Yakob dan Kasem yang tinggal di Gampong Blang Matareum. Yacob dan iparnya Kasem ini adalah dua saudagar yang cukup berperan dalam mendukung perjuangan Tgk Muhammad Daud Beureueh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum ke rumah Hasan Saleh, kami terlebih dahulu dibawa berkeliling ke rumah Yakob dan Kasem. Rumah besar mirip pendopo pejabat ini, kini telah lapuk dimakan usia.
Rumah ini terlihat sudah lama tidak dihuni. Rumput dan semak belukar, tumbuh subur di halaman rumah yang cukup luas. Satu krong (lumbung padi) seluas 3x3 meter dengan tinggi hampir 4 meter masih berdiri kokoh di samping rumah itu.
Selasar, dapur, ruang makan, dan ruang pembantu di belakang menyisakan kenangan betapa megahnya rumah itu pada masanya. Di rumah inilah, Abu Beureueh pernah bersembunyi ketika diuber-uber oleh pasukan Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar