https://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_Dili
Insiden Santa Cruz (juga dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz atau Peristiwa 12 November) adalah penembakan pemrotes Timor Timur di kuburan Santa Cruz di ibu kota Dili pada 12 November 1991.
Para pemrotes, kebanyakan mahasiswa, mengadakan aksi protes mereka terhadap pemerintahan Indonesia
pada penguburan rekan mereka, Sebastião Gomes, yang ditembak mati oleh
pasukan Indonesia sebulan sebelumnya. Para mahasiswa telah
mengantisipasi kedatangan delegasi parlemen dari Portugal, yang masih diakui oleh PBB secara legal sebagai penguasa administrasi Timor Timur. Rencana ini dibatalkan setelah Jakarta keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.
Dalam prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk
penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin
kemerdekaan Xanana Gusmao.
Pada saat prosesi tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai
menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas,
382 terluka, dan 250 menghilang. Salah satu yang meninggal adalah
seorang warga Selandia Baru, Kamal Bamadhaj, seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM berbasis di Australia.
Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis Amerika Serikat; Amy Goodman dan Allan Nairn; dan terekam dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam membuat rekaman untuk Yorkshire Television di Britania Raya. Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita video tersebut ke Australia. Mereka memberikannya kepada seorang wanita Belanda
untuk menghindari penangkapan dan penyitaan oleh pihak berwenang
Australia, yang telah diinformasikan oleh pihak Indonesia dan melakukan
penggeledahan bugil terhadap para juru kamera itu ketika mereka tiba di Darwin. Video tersebut digunakan dalam dokumenter First Tuesday berjudul In Cold Blood: The Massacre of East Timor, ditayangkan di ITV di Britania pada Januari 1992.
Tayangan tersebut kemudian disiarkan ke seluruh dunia, hingga sangat mempermalukan permerintahan Indonesia. Di Portugal dan Australia, yang keduanya memiliki komunitas Timor Timur yang cukup besar, terjadi protes keras.
Banyak rakyat Portugal yang menyesali keputusan pemerintah mereka yang praktis telah meninggalkan bekas koloni mereka pada 1975.
Mereka terharu oleh siaran yang melukiskan orang-orang yang
berseru-seru dan berdoa dalam bahasa Portugis. Demikian pula, banyak
orang Australia yang merasa malu karena dukungan pemerintah mereka
terhadap rezim Soeharto
yang menindas di Indonesia, dan apa yang mereka lihat sebagai
pengkhianatan bagi bangsa Timor Timur yang pernah berjuang bersama
pasukan Australia melawan Jepang pada Perang Dunia II.
Meskipun hal ini menyebabkan pemerintah Portugal meningkatkan
kampanye diplomatik mereka, bagi pemerintah Australia, pembunuhan ini,
dalam kata-kata menteri luar negeri Gareth Evans, 'suatu penyimpangan'.
Kejadian ini kini diperingati sebagai Hari Pemuda oleh negara Timor Leste yang merdeka. Tragedi 12 November
ini dikenang oleh bangsa Timor Leste sebagai salah satu hari yang
paling berdarah dalam sejarah mereka, yang memberikan perhatian
internasional bagi perjuangan mereka untuk merebut kemerdekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar